Konon milan kundera yang menyastrakan penulisan sejarah itu sangat mengispirasi banyak orang untuk ikut menyelamatkan masa lalu dalam semak belukar bernama estetika. Salah seorang yang terinspirasi itu tak lain seniman sastra dan teater marhalim zaini. Lewat naskah mata sunyi ia mencoba menghidupakan sang tokoh dalam keseharian diantara ella dan suaminya yang buta. Tak ada kehantgatan yang didapatkan ella , kecuali sebendunga air mata beserta kisah yang menukil pendapat-pendapat milan kundera. Hidup ytang menderita dalam rumah yang tiris tidak membuat ella kehilanngan cinta, pun mengingat suami yang tak pernah menyentuhnya. Bayaran atas sepapasang mata suami yang buta lantaran membelanya . bagaimanapun lelaki telah hidup dalm diri ella sebagai dua semangat yang menggantikan harapan akan materi dan kemapaman duniawi meski terias keinginan ella untuk menikmati kehangatan dari tubuh yang lain, tapi murhalim sepertinya tidak teg mengeksekusi hipotesa pembaca menuju stereo tipe romantika yang tragis serua kisah sebuah tangis dalam sinetron2 kini. Membaca ella membuat lelaki , setidaknya penulis berkaca kembali atas kesejatian diri dan menyoal kelelakian, ke senimanan yang kerap mnggerogot tak kala perjuangan kesenian itu berbenturan pada suara2 liar yang bersipongang dan menantang diri yang binatang.
Bagaimana milan, sang suami, atau bahkan tubuh yang lain itu berkalahi dalam diri ella tak satu rupa dengan para seniman yang menggigit lidah menunggu monumen untuk bicara, lalu mencaci maki karaya seniman yang lain. Saat menyaksikan langsung sebuah karaya, bahkan sebelum karaya itu benar2 ada.
Ini kesenian, ranah yang penuh kemiskinan da pelajaran atas ketidak cukupan . ketika nilai materil tidak menjamin dalam bentuk apa-apa, dunia alternatif timbul dalam bentuk lain; seni. Tak ubahnya rumah2 petani miskin , rumah seni juga harusnya hangat dengan kesahajaan dan rasa sepenaggungan . apalagi bagian dari kita pernah mengaku laki2 . atau rasa menghargai tidak di alamatkan pada citra kelakilakian itu. Mengapa tidak sekalian menaggung malu sebagai binatang. Mari berkelahi!!!!!
Bagaimana milan, sang suami, atau bahkan tubuh yang lain itu berkalahi dalam diri ella tak satu rupa dengan para seniman yang menggigit lidah menunggu monumen untuk bicara, lalu mencaci maki karaya seniman yang lain. Saat menyaksikan langsung sebuah karaya, bahkan sebelum karaya itu benar2 ada.
Ini kesenian, ranah yang penuh kemiskinan da pelajaran atas ketidak cukupan . ketika nilai materil tidak menjamin dalam bentuk apa-apa, dunia alternatif timbul dalam bentuk lain; seni. Tak ubahnya rumah2 petani miskin , rumah seni juga harusnya hangat dengan kesahajaan dan rasa sepenaggungan . apalagi bagian dari kita pernah mengaku laki2 . atau rasa menghargai tidak di alamatkan pada citra kelakilakian itu. Mengapa tidak sekalian menaggung malu sebagai binatang. Mari berkelahi!!!!!
Komentar